Latest Post

Sejarah Persaingan Surat Kabar

Sejarah Persaingan Surat Kabar

Hari ini kita memiliki berbagai kemudahan akses dalam berbagai informasi. Mulai dari informasi yang bersifat pemberitaan sampai informasi tentang hiburan. Semua informasi itu ada di dalam gadget kita atau yang dalam bahasa Indonesia disebut gawai. Informasi-informasi ini memiliki banyak pandangan terhadap suatu hal dan tidak semua informasi yang bisa kita temukan adalah informasi yang bisa kita percaya. Masalah kita hari ini dengan banyaknya akses informasi yang didapat adalah menentukan mana yang benar dan mana yang menyesatkan. Media sosial yang kita miliki saat ini sering sekali membuat kita bias antara informasi yang dibuat-buat dengan informasi yang sesuai dengan fakta. Kebanyakan informasi yang kita terima hari ini memang tidak lepas dari berbagai kepentingan dibelakangnya. Kepentingan tersebut melibatkan banyak motif mulai dari ekonomi sampai dengan kepentingan politik. Tidak heran hari ini pemerintah sedang gencar-gencarnya memberantas berita bohong. Media sosial bisa menjadi lahan subur bagi orang –orang yang memiliki kepentingan untuk menanamkan sebuah informasi demi kepentingan tertentu. Sebut saja beberapa kasus politik di negara ini yang banyak menggunakan media massa sebagai medan tempur dalam menaikan elektabilitas. Kasus yang biasa kita temukan adalah para buzzer yang lalu lalang di media sosial menggiring opini publik untuk sebuah kepentingan. Berbagai cara yang dilakukan para politikus ini memang sangat berbahaya karena mempengaruhi persepsi publik terhadap sesuatu bisa membuat media kehilangan fungsi utamanya. Seperti yang kita tahu bahwa walaupun kita mendapat informasi di media sosial tetap saja informasi tersebut tidak lepas dari peran media massa. Media massa memiliki fungsi dasar sebagai sebuah wadah bagi informasi yang bersifat objektif sehingga masyarakat bisa menilai sendiri apa yang disajikan oleh media massa. Belakangan ini berbagai kasus subjektivitas sebuah media sudah seperti makanan sehari-hari bahkan terkesan biasa saja. Seharusnya hal ini menjadi masalah besar bagi dunia media massa karena sebuah informasi seharusnya memiliki keobjektifan dan bukan subjektif apalagi dapet titipan dari yang sedang punya jabatan politik. Masalah ini udah jarang sekali mendapat perhatian tapi memang gak heran karena biasanya media massa yang netral gak akan bertahan lama.

Baca juga :  7 Fakta Sejarah Ibu Kota Negara

Hal tersebut membuat media massa memiliki pasarnya masing-masing. Ternyata praktik ini sudah bukan hal baru bahkan sejak negara ini berdiri pun banyak permasalahan yang diangkat melalui media massa seperti koran dan koran-koran ini memiliki afiliasinya masing-masing. Sebut saja Harian Rakyat yang memiliki kecenderungan memihak PKI dalam pemberitaan atau Golkar dengan Suara Rakyat. Perang informasi menjadi sebuah medan pertempuran yang harus dimenangkan bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan. Biasanya mereka yang terlibat adalah orang-orang yang harus mempertahankan citranya atau memiliki kepentingan ekonomi didalamnya. Media menjadi sebuah senjata yang tajam bagi lawan politik ataupun lawa bisnis. Kalau kalian pernah denger istilah seperti “pena lebih tajam dari pada pisau” nah ini yang dimaksud. Ambil contoh saja tahun 1965, informasi yang belum valid dan memiliki bukti yang jelas menghantarkan banyak nyawa keliang kubur. Perang informasi pada tahun ini dimotori oleh kepentingan politik yang kemudian menimbulkan genosida yang secara hukum manapun tidak bisa dibenarkan. Ternyata objektifitas sebuah media dalam fungsinya sebagai penyalur informasi tidak hanya terluka di negeri ini saja loh. Negeri sebesar Amerika Serikat yang hari ini kita kenal sebagai negara maju dengan perkembangan sosial yang dinamis pun punya masalh objektifitas media. Bedanya adalah masalah objektifitas Amerika dalam media massa terjadi pada abad ke-19. Sebut saja pada tahun 1830, berdasarkan buku “Discovering The News” karya Michael Schudson Objektivitas pada media massa seperti surat kabar bukan sebuah aturan yang harus diperhitungkan karena semua yang ada di sebuah media massa seperti surat kabar pada masa itu bebas menentukan dimana perspektif sebuah peristiwa itu dipandang. Amandemen Amerika yang menjunjung freedom of speech dan Benjamin Franklin yang merupakan pengagasnya memuat subur praktik tersebut. Pada masa ini opini publik memang mudah sekali digiring terlebih pengetahuan untuk memilah informasi juga masih sangat minim bahkan bisa dibilang belum ada. Walaupun demikian Associated Press mengemukakan perlu adanya aturan yang mengatur Objektivitas agar setiap informasi bisa faktual. Tahun 1840 sejak ditemukannya telegraf membuat informasi menjadi semakin cepat sampai dari satu tempat ke tempat lain. Hal ini juga yang memicu sebuah grup surat kabar dari New York mengorganisir Associatiated Press untuk membuat berita-berita objektif. Kenapa surat kabar ini meminta adanya sebuah keobjektifan dalam pemberitaan? Jawabannya adalah pasar. Pasar pada masa sebelum telegraf terbentuk sama seperti pada hari ini dimana setiap surat kabar punya pasarnya masing-masing. Sejak masuknya telegraf yang menyampaikan informasi lebih cepat membuat surat kabar perlu mengorganisir dirinya agar bisa beradaptasi. Media yang netral menjadi sebuah keutuhan masyarakat dan dengan menjadi media yang netral sebuah surat kabar. Sejarah Persaingan Surat Kabar.

Walaupun terbilang menjadi masa perkembangan yang sangat signifikan bagi dunia jurnalistik, perkembangan pada masa awal abad kek-19 bisa dibilang tidak semulus kelihatanya. Literasi tidak begitu berkembang kalau saja sekolah tidak menjadikan sebuah literasi berkembang pada abad ini dan hal ini pula yang kemudian menstimulasi kebutuhan masyarakat kepada surat kabar. Uniknya adalah walaupun kebutuhan surat kabar meningkat pada masa ini, belum tentu para pembacanya bisa menulis secara lancar. Hal ini dibuktikan dengan dokumen-dokumen pada abad ini bahkan untuk surat pernikahan sekalipun banyak yang tidak memiliki tanda tangan. Menjadi seorang jurnalis pada masa ini adalah pekerjaan para intelektual. Banyak sekali peristiwa sejarah yang tidak terdokumentasi pada masa awal abad-19 hal ini menunjukan bahwa pada masa-masa awal ini semua pendidikan yang berkembang dengan baik tidak terliterasi dan terdokumentasi dengan baik. Hal ini memang menjadi sebuah batu bagi bisnis jurnalistik karena tanpa adanya literasi yang dikuasai oleh masyarakat tidak ada sirkulasi surat kabar yang besar bisa terjadi. Walaupun demikian tidak semua orang disetiap tempat memiliki kondisi literasi yang kurang perkembangan di sekolah sekolah yang ada pada abad ke -19 membuat banyak perubahan yang luar biasa besar terhadap kebutuhan masyarakat terhadap surat kabar. Jadi intinya bisnis jurnalistik berkembang seiring dengan tumbuhnya literasi pada abad ini. Paham demokrasi yang berkembang pada tahun 1830-an di Amerika adalah demokrasi Jacksonian. Istilah ini dipakai sebagai sebuah filasafat politik pada masa itu. Surat Kabar pada masa ini di Amerika seperti Penny Press menyebutnya sebagai egaliteraian age.Sejarah Persaingan Surat Kabar.

Eits jalan salah kira dulu, walaupun namanya egalitarian age ini bukan masa dimana perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki ataupun kesetaraan dalam ras antara klit putih dan orang Indian di Amerika. Egalitarian age ini dimaksudkan sebagai pemerataan hak diseluruh negara bagian di Amerika oleh Presiden saat itu yang terkenal dengan gaya cowboy nya yaitu Andrew Jackson untuk memperluas hak pilih bagi para laki-laki kulit putih berumur 21 tahun. Tujuan dari Andrew Jackson membuat kebijakan ini sebenarnya adalah langkah awal dari langkah yang lebih besar lagi. Andrew Jackson memiliki misi untuk menghapuskan sebuah monopoly yang dilakukan oleh orang-orang tua dalam pemerintahan dalam mempertahankan jabatannya. Andrew Jackson ingin mengakhiri apa yang disebut monopoly of goverments by elites. Presiden ini ingin membuka ruang bagi orang-orang muda untuk mendapatkan jatahnya dalam partisipasi sebagai bagian dari politik negara. Sejarah Persaingan Surat Kabar Gayanya yang cowboy ini menuai banyak kontroversi dan berbagai kebijakan yang menurut publik sangat signifkan. Salah satunya ya dalam mengikutsertakan anak-anak muda dalam politik. Walaupun sangat powerful dan banyak digunakan oleh banyak orang untuk mendapatkan sesuatu, surat kabar di Amerika juga tidak lepas dari orang-orang yang membencinya. Sebut saja ada seorang aristokrat Amerika yang membenci surat kabar. Pada tahun 1830-an kritik terhadap surat kabar di Amerika menjadi tajam karena banyak nya kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan berita yang bermutu dan objektif. Salah satu yang mengkritik adalah James Fenimore Cooper, ya dia memang aristokrat Amerika yang membenci surat kabar. James Fenimore Cooper atau biasa disebut Cooper sebenarnya tidak membenci surat kabar namun dia melihat fungsi dari surat kabar mulai melenceng dan seakan-akan hanya mementingkan sebuat berita tanpa adanya kebenaran atau mutu didalamnya. Dalam salah satu buku yang dia buat seperti “The American Democrat” tahun 1838 dia memberikan kritik bahwa sebuah surat kabar pada masa itu sebenarnya tidak pernah berkontribusi menggulingkan tirani atau menghindarkan Amerika dari tirani. Seperti yang kita tahu Tirani adalah hal yang ditolak oleh masyarakat Amerika. Cooper dalam tulisanya menulis jika sebuah surat kabar menggulingkan tirani hal itu hanya untuk menciptakan tiraninya sendiri. Tirani terhadap penerbitan publik, surat dan bahkan kehidupan pribadi seseorang dan sebagai embel-embel nya surat kabar di Amerika menurut Cooper menggunakan gimmick membela moral publik, yang sebenarnya bagi Cooper itu hal yang mengkorupsi inti dari media sendiri. Cooper hanya ingin menegaskan bahwa seakan-akan media menjadi polisi moral pada masa itu dan seakan bertindak sebagai senjata bagi kepentingan tertentu. Hal ini seorang James Fenimore Cooper berpikir bahwa keobjektifan surat kabar sudah tercederai yang kemudian akan menghambat Amerika dalam mencapai pendidikan bermasyarakat yang baik. Persaingan media massa memang sudah menjadi medan tempur sejak tahun-tahun sebelumnya di Amerika bahkan sebuah catatan harian dari seorang warga New York bernama Philip Hone sempat menuliskan cerita sebuah perkelahian yang dilakukan oleh 2 orang editor surat kabar ternama. Philip Hone dalam buku hariannya menuliskan bahwa seorang editor dari sebuah surat kabar Evening Post bernama William Cullen Bryant dan seorang editor lainnya dari surat kabar Commercial Advertiser bernama Wm L Stone melakukan perkelahian. Perkelahian tersebut disaksikan oleh Philip Hone dalam perjalanannya melewati jalan tersebut. Perkelahian itu digambarkan oleh Philip Hone bahwa sangat bar-bar karena keduanya saling melemparkan batu ke arah kepala masing-masing. Kejadian ini terjadi pada tahun 1831 pada saat media massa berupa surat kabar baru saja mengalami ekspansinya. Persaingan diantara surat kabar memang menjadi hal yang biasa terjadi pada masa-masa sekarang dan bahkan persaingan tersebut sduah dimulai sejak abad ke-19.

-Frederick A. B.

Photo by Elijah O’Donnell on Unsplash

2 thoughts on “Sejarah Persaingan Surat Kabar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *