Latest Post

Ternyata AS Pernah Membeli Wilayah Ini dari Denmark Tahun 1917! Mengapa Presiden Trump Ingin Mengulangi Sejarah Dengan Pembelian Greenland?

Pada tahun 1917, Amerika Serikat melakukan salah satu transaksi pembelian wilayah terbesar dalam sejarahnya dengan membeli Kepulauan Virgin dari Denmark. Kesepakatan ini menandai babak baru dalam kebijakan ekspansi Amerika dan pengaruhnya di wilayah Karibia. Seabad kemudian, Presiden Donald Trump mengejutkan dunia dengan wacana serupa: rencana membeli Greenland dari Denmark. Kedua peristiwa ini memiliki latar belakang yang berbeda namun mencerminkan pola pikir geopolitik Amerika Serikat yang konsisten dalam memperluas wilayah dan pengaruhnya.

Pembelian Kepulauan Virgin dari Denmark (1917)

Sebelum tahun 1917, Kepulauan Virgin merupakan koloni Denmark yang dikenal sebagai Hindia Barat Denmark. Wilayah ini terdiri dari pulau-pulau utama seperti Saint Thomas, Saint John, dan Saint Croix. Sejak abad ke-17, kepulauan ini menjadi pusat perdagangan dan memiliki nilai strategis karena lokasinya di Karibia.

Namun, pada awal abad ke-20, Denmark mulai menghadapi tantangan ekonomi dan kesulitan mempertahankan koloninya. Di sisi lain, Amerika Serikat melihat kepulauan ini sebagai aset strategis, terutama untuk memperkuat pertahanan di sekitar Laut Karibia dan Terusan Panama. Perang Dunia I semakin memperjelas pentingnya wilayah ini bagi Amerika Serikat untuk mencegah kemungkinan jatuhnya pulau-pulau tersebut ke tangan Jerman atau kekuatan lain.

Setelah negosiasi yang berlangsung cukup lama, Amerika Serikat dan Denmark mencapai kesepakatan pada 31 Maret 1917. Amerika Serikat membayar $25 juta dalam bentuk emas untuk memperoleh kepulauan tersebut. Pembelian ini bukan hanya soal pertahanan, tetapi juga memperkuat pengaruh Amerika di Karibia, memperluas jalur perdagangan, dan memberikan akses lebih besar terhadap sumber daya di wilayah tersebut.

Baca juga : Bahasa dengan Tata Bahasa Paling Rumit di Dunia

Wacana Trump Membeli Greenland

Lebih dari seabad setelah pembelian Kepulauan Virgin, Presiden Donald Trump pada tahun 2019 mengungkapkan niatnya untuk membeli Greenland, pulau terbesar di dunia yang saat ini merupakan wilayah otonomi Denmark. Pernyataan ini mengejutkan banyak pihak, termasuk pemerintah Denmark yang dengan tegas menolak gagasan tersebut.

Greenland memiliki luas sekitar 2,16 juta kilometer persegi dan sebagian besar tertutup es. Meskipun demikian, pulau ini memiliki cadangan mineral yang besar, termasuk uranium, emas, minyak, dan tanah jarang yang semakin penting dalam industri teknologi modern. Selain itu, posisi strategis Greenland di antara Amerika Utara dan Eropa menjadikannya lokasi penting bagi pangkalan militer dan pertahanan Amerika Serikat, terutama dengan meningkatnya persaingan global dengan Rusia dan Tiongkok di wilayah Arktik.

Trump mengemukakan bahwa membeli Greenland bisa memberikan manfaat ekonomi dan keamanan bagi Amerika Serikat. Ia membandingkan idenya dengan pembelian Alaska dari Rusia pada tahun 1867 dan Kepulauan Virgin dari Denmark pada tahun 1917. Namun, Denmark dengan cepat menolak proposal tersebut, dengan menyebutkan bahwa Greenland bukan untuk dijual dan bahwa gagasan tersebut “absurd.”

Persamaan dan Perbedaan Antara Kedua Peristiwa

Baik pembelian Kepulauan Virgin pada 1917 maupun wacana pembelian Greenland pada 2019 memiliki kesamaan dalam hal motif geopolitik dan ekonomi. Amerika Serikat, dalam kedua kasus tersebut, melihat peluang untuk memperluas wilayah dan memperkuat posisinya di dunia. Keduanya juga menunjukkan bagaimana Amerika memanfaatkan situasi global untuk memperkuat pertahanannya, baik dari ancaman Jerman dalam Perang Dunia I maupun dari kompetisi strategis di Arktik pada era modern.

Namun, ada perbedaan mendasar yang membuat rencana pembelian Greenland jauh lebih sulit terwujud dibandingkan pembelian Kepulauan Virgin. Pada tahun 1917, Denmark memiliki alasan ekonomi dan strategis untuk menjual wilayahnya, sedangkan dalam kasus Greenland, Denmark dan penduduk lokal menolak keras gagasan tersebut. Selain itu, status Greenland sebagai wilayah otonomi dengan pemerintahan sendiri menjadikannya lebih kompleks untuk diperjualbelikan dibandingkan Kepulauan Virgin yang pada saat itu masih menjadi koloni penuh.

Kesimpulan

Pembelian Kepulauan Virgin dari Denmark oleh Amerika Serikat pada tahun 1917 menunjukkan bagaimana Amerika menggunakan strategi diplomasi dan ekspansi teritorial untuk memperkuat kepentingannya di tingkat global. Sementara itu, wacana Presiden Trump untuk membeli Greenland mencerminkan kesinambungan pola pikir geopolitik Amerika, meskipun gagasan tersebut berakhir dengan penolakan tegas dari Denmark.

Meskipun pembelian Greenland tidak terwujud, peristiwa ini menunjukkan bahwa gagasan ekspansi wilayah masih menjadi bagian dari diskusi strategis Amerika Serikat. Dengan meningkatnya ketegangan geopolitik di kawasan Arktik, masa depan Greenland mungkin akan terus menjadi topik perdebatan internasional dalam beberapa dekade mendatang.